Pelaksanaan Program DAK di Distanak Kabupaten Pandeglang Tidak Transparan

Setelah melayangkan dua kali surat konfirmasi tertulis tertanggal 14 Oktober dan 14 Nopember 2008 tentang pelaksanaan program Dana Alokasi Khusus Bidang Pertanian dan Peternakan serta Dana Pembantuan yang jumlah keseluruhannya Rp.4,7 M, akhirnya Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Kadistanak) Kabupaten Pandeglang, Drh. H. Cahyan Sofyadi, M.Sc, MM berkenan menerima crew HP di ruang kerjanya.
Namun, ketika ditemui Kadistanak menolak untuk memberikan jawaban tertulis atas sebelas pertanyaan yang diajukan oleh crew HP berdasarkan informasi yang diterima selama ini. “Jawaban tertulis dari ajuan konfirmasi yang Anda layangkan tidak bisa saya jawab, karena harus ada persetujuan dari Bupati dahulu,”sanggah Kadistanak seraya mengarahkan kepada dua orang staf di bawahnya untuk memberikan keterangan seputar program DAK tersebut.
Melalui Kasi Produksi Padi dan Hortikultura, Ir. Hj. Heni Supiyani yang didampingi Kabid Pemberdayaan Produksi Pertanian H. A. Basit, Sp, MM menyanggah isi pertanyaan konfirmasi tersebut,”ini tidak benar dan tidak cocok,”ucap Heni tanpa mau menyebutkan alasan atas anggapannya yang menyatakan bahwa itu tidak benar, bahkan terlihat sesekali, dirinya bertanya kepada H.A Basit,” “apakah perlu dijawab Pak?”tanyanya.
Ketika disinggung point sepuluh pada surat konfirmasi terkait pertemuan Rp. 300.000,- x 400 kelompok = Rp. 120.000.000,-, diperkirakan kurang lebih Rp.40.000.000,- (30%) diduga hilang.
Heni menyanggah bahwa hal itu tidak benar dan tidak fiktif, pihaknya sudah melaksanakan walaupun kondisi dananya minim. Menurutnya, dana sebesar itu, harusnya tidak cukup, “pertemuannya saja hingga 3 kali, dana sebesar itu, mana cukup sebagai pertanggungjawaban,”ucapnya sambil menjelaskan bahwa dana Rp. 300 ribu itu, hanya untuk konsumsi satu kali dan ATK satu kali, sedangkan untuk pertemuan hingga tujuh kali itu, merupakan swadaya masyarakat. “Jadi tidak ada dana yang Rp. 300 ribu dibagi habis satu kali pertemuan, pada intinya semuanya diserahkan penuh kepada pengelola karena dananya minim,”terang Heni.
Disisi lain dipertanyakan tentang soal pupuk Rp. 1000.000,- x 400 kelompok dihitung secara sistematika = Rp. 400.000.000,- disinyalir menguap Rp. 850.000.000,- + Rp. 60.000.000,- + Rp. 40.000.000,- + Rp. 80.000.000,-. Disanggah oleh Heni, hitungan tentang pengadaan pupuk dianggapnya salah semua, jumlah pupuk untuk kegunaan LL ada 8 dan itu diberikan untuk satu orang yang ditunjuk atas hasil mufakat kelompok,” jadi nggak habis dipukul rata dan soal dana yang menguap, itu tidak ada, sedang jumlah kelompok, saya lupa lagi,”jawabnya.
Selanjutnya dikatakan Heni, soal pertanyaan itu salah semua, memang untuk mengalikannya benar, terima bibit perkelompok 50, tinggal 25 x 2 saja. Untuk 25 Kilo/’hektar dikalikan semuanya sama dengan 25kg x 1 hektar, sedang soal pengalokasian yang pariatif antara 25 sampai 50 hektar untuk kegiatan pupuk dan segala macam, semua tidak dapat hanya untuk satu orang.
Sementara itu, Biro Hukum LSM Forum Silaturahmi Tokoh Masyarakat & Pemuda Pakidulan (FORTAL) , D. Kamajaya menyikapi kondisi yang terjadi atas pelaksanaan alokasi DAK di Distanak Kabupaten Pandeglang. Menurutnya, para pelaksana di dinas tersebut tidak mengikuti Keppres N0.80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, “harusnya pengadaan barang dan jasa harus melalui tender terbuka, tapi disinyalir telah terjadi pengkondisian pada beberapa rekanan untuk melaksanakan kegiatan ini,”ujarnya.
Atas dasar itu, lanjutnya, ada 3 aspek yang perlu diperhatikan dalam permasalahan tersebut, yaitu mark up, manipulasi dan monopoli,”untuk masalah item penyediaan bibit yang telah dilaksanakan, saya berkeyakinan memenuhi unsur aspek manipulasi dan monopoli,” ungkapnya seraya memberikan alasannya, antara lain setelah ditelusuri di lapangan adanya dugaan pengkondisian untuk penyaluran bibit padi yang diarahkan oleh penyedia bibit dalam hal ini Distanak, dengan modus kerjasama dengan toko penyalur.
Disisi lain D. Kamajaya menyoroti rentang waktu pelaksanaannya,”masa bulan April sudah digulirkan, padahal program ini harusnya dilaksanakan bulan Juli, ada apa ini,”tanyanya.
Namun sayangnya ketika penyaluran dana yang seharusnya diterima oleh Ketua Kelompok sebesar Rp. 4.750.000,- itu via Bank, namun kenyataannya tidak, belum mendapat tanggapan, karena Pelaksana Produksi Buah-buahan, Deden Nurhikmat, SP sedang tidak berada di tempat, padahal Kadistanak telah memintanya untuk hadir pada saat konfirmasi ini dilaksanakan.(die)

Aos nu salengkepna......

Kasus Di Dinas PU Banten, Tidak Diikuti Proses Hukum” Terkait Penyimpangan Kebijakan Pada Tiga Ruas Jalan di Kab. Tangerang

“Ini bukan salah tetapi keliru”, Pernyataan menggelitik terlontar dari H. Udi, Kabid Bina Tehnik ketika ditemui HP di kantornya, Dinas PU Bina Marga dan Tata Ruang Propinsi Banten untuk mengkonfirmasi seputar temuan BPK, atas kasus pembangunan jalan Kabupaten Tangerang-Pasar Kemis, Putat-Pesir Kamis dan Jatake-Gajah Tunggal sebesar 4.639,15 Juta.
Embrio masalah tersebut ditemukan oleh BPK pada tahun 2007, terkait realisasi belanja sebesar 4.639.154.000,00, yang digunakan untuk pembangunan jalan milik Kabupaten Tangerang pada tiga ruas jalan dimaksud. Pasalnya, kondisi tersebut dinilai tidak sesuai dan bertentangan dengan Keputusan Gubernur Banten Nomor 761/Kep.8-Huk/2006 Tentang Penetapan Status dan Ruas Jalan Propinsi Banten dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah.
Seperti diketahui dan Berdasarkan temuan BPK RI pada semester II tahun 2007 serta merujuk pada Keputusan Gubernur Banten Nomor 761/Kep.8-Huk/2006 Tanggal 2 Februari 2006, tentang penerapan status dan ruas jalan provinsi, yang pemeliharan, peningkatan dan pembangunannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Banten. Melihat regulasi ini, maka kesalahan Dinas PU Provinsi adalah mengeluarkan anggaran pembangunan ruas jalan yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Banten.
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Propinsi Banten melalui H. Udi sebagai Humas menerangkan bahwa pihaknya telah menyelesaikan permasalahan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan RI sekitar bulan Juni–Juli Tahun 2008, “Clear and Clean, baik secara administrasi maupun tekhnis,”jelas H. Udi seraya mengungkapkan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena kurangnya koordinasi.
Menurutnya, Dinas PU Prop. Banten melakukan kegiatan Pembangunan Jalan tersebut berdasarkan Surat Usulan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Tanggerang Nomor 620/313/BM pada tanggal 1 Agustus 2006, Perihal Penanganan Jalan Kedaton – Pasar Kemis dan Pasar Kemis – Putat dan Surat Nomor 902/773/DPU/2006 tanggal 9 November 2006, perihal Penanganan Ruas Jalan Jatake Gajah Tunggal. Diterangkannya juga, bahwa tanda bukti setoran Dinas PU Bina Marga bisa diketahui melalui Inspektorat dan Permasalahan Kewenangannya di Biro Perlengkapan.
Namun Hal tersebut telah diakui secara pribadi oleh H. Udi bahwa ada kekeliruan, dan Pihak Dinas PU Bina Marga Propinsi Banten telah berjanji bahwa permasalahan tersebut tidak akan terjadi kembali pada tahun yang akan datang.
Bertolak belakang dengan apa yang dikatakan H. Udi, Direktur INDECS (Institute National Democrasi Of Law Studies), Amin Laden, S.Sos, menyatakan bahwa ini merupakan kekeliruan yang dibuat oleh Dinas PU Propinsi Banten,”kurangnya sistem koordinasi amat terasa janggal bisa terjadi, ketika pada kenyataannya PU tidak dihadapkan pada proyek berskala kecil, melainkan proyek dengan angka yang fantastis Rp. 4.639.154.000, yang seharusnya membutuhkan perencanaan teknis dan administrasi yang lebih matang, termasuk kaitannya dengan regulasi dan keputusan-keputusan. Kenyataan ini, tentu saja menjadi kelemahan bagi Dinas PU Provinsi Banten,”tegas Amin Laden.
Lebih lanjut dijelaskannya, sekalipun sudah dikatakan selesai, justru yang tidak tersentuh adalah dimana proses hukum yang mengikuti pelanggaran terhadap aturan-aturan yang berlaku. Seperti disebutkan, bahwa pelaksanaan pembangunan tiga ruas jalan di Kabupaten Tangerang oleh Pemerintah Provinsi Banten, selain menyalahi aturan Keputusan Gubernur seperti disebutkan, juga telah menyalahi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang pengelolaan Milik Barang Negara/Daerah, terkait pasal 8, pasal 13, pasal 14 ayat 2.
“Melihat banyaknya regulasi yang dilanggar, tidak cukup rasanya jika kekeliruan tersebut hanya dibayarkan dengan pembayaran atau pengembalian aset begitu saja. Peraturan tersebut dibuat, kemudian diikuti dengan proses hukum, jika terbukti menyalahi aturan,”ujarnya sambil mempertegas bahwa tidak ada instansi yang kebal hukum. (Joko/Firma)

Aos nu salengkepna......

Pengadaan Alat Peraga MIPA SMP 2007 Jadi Salah Satu Temuan BPK

Pengadaan Alat Peraga MIPA (Matematika & Fisika) SMP pada Dinas pendidikan Propinsi Banten yang dilaksanakan oleh PT. SAAP berdasarkan kontrak Nomor 027/090-KPBJ/Dispend/2007, tanggal 19 Nopember 2007 sebesar Rp. 10.098.900.000,- menjadi salah satu temuan BPK pada pemeriksaan semester II Tahun Anggaran 2007.

Menurut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK atas dokumen kontrak dan dokumen lainnya disebutkan bahwa alat peraga pendidikan MIPA tersebut baru diterima secara lengkap di sekolah-sekolah pada tanggal 19 Desember 2007, hal tersebut diketahui melalui berita acara serah terima barang oleh sekolah sebagai pengguna. Dengan demikian mengalami keterlambatan selama 1 (satu) hari. Denda keterlambatan yang harus dipungut sebesar Rp. 10.098.900,-. dan untuk disetorkan ke kas daerah.
Menyikapi permasalahan tersebut, Direktur INDECS (Institute National Democrasi Of Law Studies), Amin Laden, S.Sos menyatakan keheranannya atas temuan BPK tersebut, menurutnya di satu sisi klausul menyatakan berdasarkan berita acara serah terima dinyatakan lengkap walau terlambat 1 (satu) hari, namun disisi lainnya, dinyatakan klausul bahwa keteerlambatan terjadi disebabkan karena setelah diperiksa oleh panitia pemeriksa dan penerima barang ternyata disebutkan, ada komponen barang yang kurang lengkap dan atau tidak sesuai dengan persyaratan spesifikasi teknik/volume kontrak.
Yang menjadi pertanyaan, lanjut Amin Laden, apa dalam satu hari kekurangan terhadap komponen barang yang tidak sesuai spesifikasi teknik/volume barang dapat terselesaikan, “ini patut diklarifikasi, barang-barang apa saja spesifikasinya, dan area pendistribusian ke sekolah-sekolah mana saja? Apakah dalam satu hari bisa dapat diselesaikan?”ujar Amin penuh tanda tanya.
Lebih tegas Amin menyatakan, hendaknya Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Banten untuk melakukan peningkatan pengawasan terhadap kinerja staf-stafnya,”jangan hanya mengandalkan retorika, implementasi yang harus dibuktikan,”tegasnya.
Disisi lain, Amin berharap, aparat penegak hukum untuk lebih jeli menyikapi permasalahan tersebut,”patut diketahui, banyak contoh daerah lain, saat ini permasalahan dari 3 hingga 5 tahun kebelakang baru diproses, padahal telah melewati temuan BPK,”ungkapnya. (joko)

Aos nu salengkepna......

Terkait DAK 2008 Kepala DKP Pandeglang Menolak di Konfirmasi

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Ir Tri Waskito, B.Sc menolak dikonfirmasi terkait masalah Dana Alokasi khusus (DAK) 2008, sebesar Rp. 3,5 milyar lebih yang diterima DKP Kab. Pandeglang dari Pusat. Berbagai alasan dilakukan oleh seorang kadis untuk menghindar dari kuli tinta yang mengejar informasi untuk konsumsi pemberitaan agar diketahui publik tentang realisasi anggaran Negara yang diperuntukkan untuk Kabupaten pandeglang yang terkait dengan bidang Kelautan dan Perikanan.

Hal senadapun dilakukan oleh Kasi Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, R. Andriawan dengan mengarahkan agar wartawan yang ingin meminta keterangan seputar informasi tersebut untuk menghubungi Kepala bidangnya atau Kabag TU. “Saya tidak bisa memberikan keterangan tentang informasi ini karena itu bukan wewenang saya,”ujarnya.
Demikian pula yang dilakukan oleh, Kabid Kelautan Kab. Pandeglang, Hasyim Suprato, S.Tt saat ditemui di kantornya, dirinya mengarahkan wartawan untuk langsung minta penjelasan kepada kepala Dinas.
Melihat dan mencermati situasi yang terjadi, terkesan ada hal yang ditutupi, padahal bila mengacu pada PP No. 68 tahun 1999 pasal 10 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara jelas tertuang kalimat setiap penyelenggaraan negara yang menerima permintaan masyarakat untuk memperoleh informasi tentang penyelenggara negara wajib memberikan jawaban atau keterangan sesuai fungsinya dan tetap memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.(die)

Aos nu salengkepna......

DKP Banten Abaikan Pengawasan, Bangunan Gudang Rumput Laut Kondisinya Rusak, Lantai Jemurnya Dipenuhi Kotoran Kerbau

Bangunan yang diperuntukan bagi Petani rumput laut yang berlokasi di Desa Tenjoayu, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, yang terdiri atas bangunan gudang dan lantai jemur rumput laut saat ini terbengkalai. Hal ini dapat terlihat pada seputar area gedung tersebut baik dari bangunan fisik maupun aktivitasnya. Padahal beberapa bulan yang lampau baru diresmikan oleh Gubernur Banten, Hj. Ratu atut Chosiah, demikian pantauan HP saat mengunjungi lokasi tersebut.

Pembangunan gudang rumput laut yang berasal sumber anggaran belanja Negara tahun 2008 dengan nilai Rp.1.051.000.000 dan pembangunan lantai jemur dengan nilai sebesar Rp. 450 juta, saat ini terlihat tidak terawat dan tidak digunakan sebagaimana peruntukannya, contohnya, lantai jemur hanya hanya terlihat jadi lahan kotoran kerbau dan kondisi bangunan mengelupas di sana – sini.
Menurut salah seorang petani rumput laut setempat, Hasan Basri menyatakan, melihat kondisi bangunan saat ini, dirinya menduga bahan material yang digunakan dianggap tidak sesuai dari yang ditetapkan,”mungkin bahan yang dipakai untuk membangun gudang ini memakai bahan kualitas rendah,”ujarnya sambil menunjukkan beberapa bagian yang telah keropos dan mengelupas.
Sementara itu melalui telepon selulernya, Kepala Bidang Bina Usaha Edi Rossa mengatakan, mengenai permasalahan tersebut, dirinya berpandangan, itu akibat pengusaha yang ingin mengambil untung besar, bila kondisinya masih seperti itu pihaknya bisa saja tidak mengeluarkan dana pemeliharannya.
Ketika disinggung siapa pihak rekanan yang melaksanakannya, Edi Rossa berkilah, ”coba hubungi Deni, di Kantor DKP Banten karena saat ini saya sedang ada tugas di Jakarta,”ujarnya melalui telepon seluler.
Sementara itu di tempat terpisah, Direktur Banten Investigasi Corruption Control (BICC), Hanafi menyayangkan tindakan yang dilakukan baik oleh pihak rekanan maupun pemegang kebijakan di dinas terkait. “Masa, mereka saling lempar kesalahan, apalagi statement yang dikatakan oleh Kabid Budidaya, Edi Rossa,”sesalnya sambil menegaskan, hal tersebut tidak akan terjadi bila fungsi dinas dalam melakukan pengawasan dalam konteks pelaksanaan pembangunannya berjalan dengan baik.
“Kalau mencermati kondisi ini, tentunya Dinas DKP Banten tidak melakukan pengawasan yang melekat, mereka hanya terima laporan di atas meja. Ini dibuktikan saat melihat kondisi bangunan saat ini,”tegasnya sambil berharap, hendaknya pihak penegak hukum, baik Polda banten maupun Kejati Banten untuk segera mengusut tuntas permasalahan tersebut agar ada efek jera bagi pelaksana kegiatan, agar tidak main-main dalam menggunakan anggaran Negara yang notabene uang rakyat.
Lebih tegasnya dikatakan Hanafi, bila pada konteks ini, aparat penegak hukum tidak melakukan tugas dan fungsinya, masyarakat akan bertanya-tanya, ada apa dan apa yang sebenarnya terjadi terkait konteks penegakkan hukum di tanah Banten ini? (na)

Aos nu salengkepna......
 

Armada Hitam Putih